Adab buang hajat ( bagian kedua )_seri ke-26
Mushannif rahimahullah berkata,
Seeorang yang buang hajat disunnahkan untuk bertumpu dengan kaki kiri, menjauh dari manusia dan menutup diri.
Dianjurkan untuk tidak kencing di air yang menggenang, air sedikit yang mengalir, tidak di lubang tanah, di tempat berhembusnya angin, di jalan dan di bawah pohon yang mempunyai buah yang di makan buahnya.
Tidak berbicara kecuali darurat, tidak cebok dengan air di tempatnya dan disunnahkan istibra' setelah buang air kecil...
Penjelasan singkat
Diantara adab buang hajat yang lain :
6. Bertumpu pada kaki kiri dan menegakkan kaki kanan karena cara seperti ini lebih memudahkan keluarnya kotoran.
7. Menjauh dari manusia, baik saat buang air besar atau buang air kecil, tetapi ketika buang air besar lebih ditekankan. Menjauh di tanah lapang atau yang lainnya di mana orang lain tidak bisa mendengar suara keluarnya kotoran dan mencium baunya. Berdasarkan hal ini, disunnahkan pula menjauh dari orang lain ketika kentut baik itu bersuara atau tidak.
Jika orang yang buang hajat tidak mampu menjauh dari orang lain karena ada alasan syar'i, maka disunnahkan bagi orang lain untuk menjauh dari orang yang buang hajat tersebut seukuran menjauhnya orang yang buang hajat yaitu tidak mendengar suara keluarnya kotoran dan tidak mencium baunya.
8. Menutupi diri dari pandangan manusia dengan sesuatu yang tingginya dua pertiga hasta atau lebih dan jarak penutup dengan orang yang buang hajat tiga hasta atau kurang. Penutup tersebut disyaratkan melebar sehingga bisa menutup aurat orang yang buang hajat. Disunnahkan menutup diri ini jika di tempat buang hajat tidak ada orang yang tidak menundukkan pandangannya terhadap aurat dari golongan orang yang haram melihat auratnya, yaitu suami atau istrinya atau tidak ada orang sama sekali. Sebaliknya, jika ada orang yang haram melihat aurat orang yang buang hajat dan orang yang tidak menundukkan pandangannya, maka hukumnya wajib menutup diri dari pandangan.
9. Tidak buang air kecil atau air besar di air yang menggenang walaupun airnya banyak selama air banyak tersebut tidak melaut, yaitu orang tidak merasa jijik sama sekali. Dimakruhkan juga buang hajat di air sedikit yang mengalir. Adapun air banyak yang mengalir tidaklah dimakruhkan walaupun yang lebih baik, menghindarinya.
Hukum makruh ini jika air tersebut miliknya sendiri atau tidak ada yang memiliki. Adapun jika milik orang lain atau wakaf, maka hukumnya haram.
10. Tidak buang hajat di lubang-lubang tanah baik itu yang memanjang ke dalam tanah atau memanjang ke samping tanah karena lubang tersebut tempat tinggal jin dan karena boleh jadi ada hewan lemah sehingga terganggu atau hewan yang membahayakan sehingga bisa membahayakan bagi orang yang buang hajat.
11. Tidak buang air kecil atau air besar yang berbentuk cair di tempat berhembusnya angin di saat angin berhembus. Rinciannya, jika buang air kecil sekaligus buang air besar berbentuk cair, maka hukumnya makruh menghadap atau membelakangi angin yang berhembus. Jika buang air kecil saja, makruh menghadap angin berhembus dan jika buang air besar saja, makruh membelakanginya. Hal ino agar orang yang buang hajat tidak terkena percikan najis.
12. Tidak buang hajat di jalan yang masih terpakai dan tempat yang digunakan orang berkumpul seperti di bawah naungan yang biasa digunakan orang untuk berteduh ketika musim panas dan di tempat terik matahari yang biasa digunakan orang berjemur di musim dingin.
13. Tidak buang hajat di bawah pohon yang berbuah walaupun bukan pada musim berbuah agar jika ada buahnya dan terjatuh tidak terkotori sehingga orang merasa jijik dengannya.
14. Tidak berbicara ketika buang hajat kotoran keluar. Adapun sebelum kotoran keluar atau sesudahnya, maka yang dimakruhkan hanya bzrdzikir dan membaca Alqur'an. Namun jika dalam kondisi darurat, diporbolehkan berbicara bahkan bisa menjadi wajib jika diam akan menyebabkan tertimpa bahaya baginya atau bagi orang lain.
15. Tidak cebok menggunakan air di tempat buang hajat, akan tetapi pindah tempat agar tidak terkena percikan najis. Namun jika tempat buang hajat di bangunan khusus untuk buang hajat ( seperti yang ada sekarang ) maka tidak perlu pindah tempat karena air turun ke bawah.
16. Istibra' ( membebaskan diri dari sisa air kencing ), bisa dengan cara mengurut kemaluan dengan ibu jari dan jari telunjuk tangan kiri dengan pelan-pelan sebanyak tiga kali dan tidak menariknya, bisa juga dengan berdehem dan yang lainnya. Istibra' hukumnya tidak wajib karena yang nampak bahwa air kencing tidak keluar. Namun sebagian fuqoha' seperti Al-Qodhi Husain, Al-Baghawi dan An Nawawi mengatakan wajib.
Allahu a'lam.
( diringkas dari Al-Manhaj Al-Qowim beserta Hasyiah Tarmasi I )
Mushannif rahimahullah berkata,
يُستحبّ لقاضي الحاجة بولا وغائطا.....ويعتمد على يساره ويبعد ويستتر، ولا يبول في ماء راكد وقليل جار ولا في جحر ولا في مهبّ ريح ولا في طريق ولا تحت شجرة مثمرة يؤكل ثمرها.
ولا يتكلّم إلّا لضرورة ولا يستنجي بالماء في موضعه، وأن يستبرئ من البول.
Dianjurkan untuk tidak kencing di air yang menggenang, air sedikit yang mengalir, tidak di lubang tanah, di tempat berhembusnya angin, di jalan dan di bawah pohon yang mempunyai buah yang di makan buahnya.
Tidak berbicara kecuali darurat, tidak cebok dengan air di tempatnya dan disunnahkan istibra' setelah buang air kecil...
Penjelasan singkat
Diantara adab buang hajat yang lain :
6. Bertumpu pada kaki kiri dan menegakkan kaki kanan karena cara seperti ini lebih memudahkan keluarnya kotoran.
7. Menjauh dari manusia, baik saat buang air besar atau buang air kecil, tetapi ketika buang air besar lebih ditekankan. Menjauh di tanah lapang atau yang lainnya di mana orang lain tidak bisa mendengar suara keluarnya kotoran dan mencium baunya. Berdasarkan hal ini, disunnahkan pula menjauh dari orang lain ketika kentut baik itu bersuara atau tidak.
Jika orang yang buang hajat tidak mampu menjauh dari orang lain karena ada alasan syar'i, maka disunnahkan bagi orang lain untuk menjauh dari orang yang buang hajat tersebut seukuran menjauhnya orang yang buang hajat yaitu tidak mendengar suara keluarnya kotoran dan tidak mencium baunya.
8. Menutupi diri dari pandangan manusia dengan sesuatu yang tingginya dua pertiga hasta atau lebih dan jarak penutup dengan orang yang buang hajat tiga hasta atau kurang. Penutup tersebut disyaratkan melebar sehingga bisa menutup aurat orang yang buang hajat. Disunnahkan menutup diri ini jika di tempat buang hajat tidak ada orang yang tidak menundukkan pandangannya terhadap aurat dari golongan orang yang haram melihat auratnya, yaitu suami atau istrinya atau tidak ada orang sama sekali. Sebaliknya, jika ada orang yang haram melihat aurat orang yang buang hajat dan orang yang tidak menundukkan pandangannya, maka hukumnya wajib menutup diri dari pandangan.
9. Tidak buang air kecil atau air besar di air yang menggenang walaupun airnya banyak selama air banyak tersebut tidak melaut, yaitu orang tidak merasa jijik sama sekali. Dimakruhkan juga buang hajat di air sedikit yang mengalir. Adapun air banyak yang mengalir tidaklah dimakruhkan walaupun yang lebih baik, menghindarinya.
Hukum makruh ini jika air tersebut miliknya sendiri atau tidak ada yang memiliki. Adapun jika milik orang lain atau wakaf, maka hukumnya haram.
10. Tidak buang hajat di lubang-lubang tanah baik itu yang memanjang ke dalam tanah atau memanjang ke samping tanah karena lubang tersebut tempat tinggal jin dan karena boleh jadi ada hewan lemah sehingga terganggu atau hewan yang membahayakan sehingga bisa membahayakan bagi orang yang buang hajat.
11. Tidak buang air kecil atau air besar yang berbentuk cair di tempat berhembusnya angin di saat angin berhembus. Rinciannya, jika buang air kecil sekaligus buang air besar berbentuk cair, maka hukumnya makruh menghadap atau membelakangi angin yang berhembus. Jika buang air kecil saja, makruh menghadap angin berhembus dan jika buang air besar saja, makruh membelakanginya. Hal ino agar orang yang buang hajat tidak terkena percikan najis.
12. Tidak buang hajat di jalan yang masih terpakai dan tempat yang digunakan orang berkumpul seperti di bawah naungan yang biasa digunakan orang untuk berteduh ketika musim panas dan di tempat terik matahari yang biasa digunakan orang berjemur di musim dingin.
13. Tidak buang hajat di bawah pohon yang berbuah walaupun bukan pada musim berbuah agar jika ada buahnya dan terjatuh tidak terkotori sehingga orang merasa jijik dengannya.
14. Tidak berbicara ketika buang hajat kotoran keluar. Adapun sebelum kotoran keluar atau sesudahnya, maka yang dimakruhkan hanya bzrdzikir dan membaca Alqur'an. Namun jika dalam kondisi darurat, diporbolehkan berbicara bahkan bisa menjadi wajib jika diam akan menyebabkan tertimpa bahaya baginya atau bagi orang lain.
15. Tidak cebok menggunakan air di tempat buang hajat, akan tetapi pindah tempat agar tidak terkena percikan najis. Namun jika tempat buang hajat di bangunan khusus untuk buang hajat ( seperti yang ada sekarang ) maka tidak perlu pindah tempat karena air turun ke bawah.
16. Istibra' ( membebaskan diri dari sisa air kencing ), bisa dengan cara mengurut kemaluan dengan ibu jari dan jari telunjuk tangan kiri dengan pelan-pelan sebanyak tiga kali dan tidak menariknya, bisa juga dengan berdehem dan yang lainnya. Istibra' hukumnya tidak wajib karena yang nampak bahwa air kencing tidak keluar. Namun sebagian fuqoha' seperti Al-Qodhi Husain, Al-Baghawi dan An Nawawi mengatakan wajib.
Allahu a'lam.
( diringkas dari Al-Manhaj Al-Qowim beserta Hasyiah Tarmasi I )
Comments
Post a Comment