Hukum air yang sedikit dan najis-najis yang dimaafkan (6)
Penulis Al-Muqaddimah Al-Hadramiyyah رحمه الله berkata,
ينجس الماء القليل وغيره من الماٸعات بملاقاة النجاسة ، ويستثنی مساٸل :
١۔ مالا يدركه الطرف
٢۔ وميتة لا دم لها ساٸل إلّا إن غيرت أو طرحت
٣۔ وفم هرّة تنجّس ثمّ غابت واحتمل ولوغها في ماء كثير ، کذالك الصبيّ إذا تنجّس ثمّ غاب واحتمل طهارته
٤۔ والقليل من دخان النجاسة
٥۔ واليسير من الشعر النجس
٦۔ واليسير من غبار السرجين ولا ينجّس غبار السرجين أعضاءه الرطبة
Air yang kurang dari dua qullah dan benda cair selain air menjadi najis disebabkan kemasukan najis. Dikecualikan dari hal ini beberapa hal :
1. Najis yang tidak bisa dilihat dengan mata normal.
2. Bangkai dari hewan yang darahnya tidak mengalir, kecuali jika air tersebut berubah atau bangkai tersebut dibuang ke air ( tidak jatuh dengan sendirinya ).
3. Mulut kucing yang terkena najis kemudian pergi dan dimungkinkan memasukkan ( mulutnya) ke dalam air yang banyak. Demikian juga anak kecil yang terkena najis kemudian pergi dan ada kemungkinan menjadi suci.
4. Asap dari najis yang sedikit
5. Bulu yang najis namun sedikit
6. Debu atau butiran kotoran hewan yang dijadikan pupuk, tidak menajiskan jika terkena badan walaupun basah.
*Penjelasan singkat:*
Jika air kurang dari dua qullah kemasukan najis maka menjadi najis walaupun tidak ada perubahan salah satu sifat air. Hal ini berdasarkan hadits,
إذا بلغ الماء قلّتين لم يحمل خبثا.
``Jika air telah mencapai dua qullah, tidak bisa terpengaruh dengan najis.`` ( HR. At Tirmidzi: 67, An Nasa`i: 52, dikeluarkan juga oleh Abu Dawud, Ibnu Majah dan Ahmad)
Makna dari hadits tersebut adalah jika air telah mencapai dua qullah, tidak bisa terpengaruh najis atau yang lainnya selama air tersebut tidak mengalami perubahan. Dua qullah setara dengan 194 kg atau sekitar 220 liter. ( Tahqiq Al Minhaj Al Qawim oleh Dr. Musthafa Sa`id Khin dkk )
Mafhum ( pemahaman terbalik / yang tersirat ) dari hadits ini, air yang kurang dari dua qullah bisa terpengaruh najis dan tidak bisa melawannya.( Al-Minhaj Al-Qawim : 36 )
Hukum ini berlaku untuk air yang sedikit, semata-mata terkena najis langsung dihukumi najis walaupun tidak ada perubahan. Sedangkan air yang banyak menjadi najis ketika kemasukan najis jika terjadi perubahan.
Adapun benda cair selain air, semisal minyak, madu, jus dan yang lainnya hukumnya sebagaimana hukum air yang sedikit, yaitu menjadi najis semata-mata kemasukan najis baik cairan itu banyak atau sedikit. Dampak dari hukum ini, cairan non air yang terkena najis tidak bisa disucikan.
Para ulama membedakan antara air yang banyak dengan cairan non air yang banyak dari sisi bahwa tidak sulit bagi cairan untuk dihindarkan dari najis ( sedangkan air yang banyak sulit dihindarkan dari najis ) ( Al Minhaj Al Qawim : 37 )
Dikecualikan dalam masalah ini, beberapa najis yang jika masuk pada air sedikit dan air tidak mengalami perubahan, maka dimaafkan. Najis-najis tersebut antara lain :
1. Najis yang tidak bisa dilihat dengan pandangan mata normal dengan syarat bukan najis mughaladzah dan najisnya sedikit serta tidak mengubah air dan tidak sengaja dilakukan. Hakl ini dikarenakan sulitnya menghindar darinya, seperti satu titik air kencing dan najis yang nempel di kaki lalat.
2. Bangkai dari hewan yang tidak mengalir darahnya ketika anggota tubuhnya terpotong saat masih hidup, seperti lalat, semut, nyamuk, cecak dan yang lainnya. Jika ragu-ragu apakah termasuk hewan yang mengalir darahnya atau tidak, boleh dilukai untuk mengetahui apakah darahnya mengalir atau tidak menurut pendapat Ar Ramli mengikuti pendapat Al Ghazali karena ada kebutuhan. Adapun menurut Ibnu Hajar Al Haitami mengikuti pendapat imam Haramain mengatakan, tidak boleh karena termasuk penyiksaan dan dihukumi tidak mengalir darahnya.( Quutul Habib : 20 ). Namun jika airnya berubah, maka air dihukumi najis, demikian pula jika sengaja dimasukkan dalam keadaan mati maka air dihukumi najis. Hal ini berdasarkan hadits,
( إِذَا وَقَعَ الذُّبَابُ فِي شَرَابِ أَحَدِكُمْ فَلْيَغْمِسْهُ ثُمَّ لِيَنْزِعْهُ ؛ فَإِنَّ فِي إِحْدَى جَنَاحَيْهِ دَاءً وَالْأُخْرَى شِفَاءً ) رواه البخاري
Nabi shallallahu alaihi wassalam bersabda, ``Jika lalat jatuh ke air minum salah seorang diantara kalian, maka tenggelamkanlah kemudian buanglah, karena pada salah satu sayapnya terdapat penyakit dan pada sayap yang lain terdapat penawarnya.`` ( HR. Bukhari : 3320 )
Dari hadits ini dapat dipahami bahwa najis bangkai lalat yang masuk ke air yang sedikit, dimaafkan dengan syarat jatuh dengan sendirinya dan bukan dijatuhkan manusia. Diqiyaskan hewan-hewan yang lain dengan lalat dari persamaan tidak punya darah yang mengalir.
3. Mulut kucing yang terkena najis kemudian pergi dan ada kemungkinan ( walaupun kecil ) mencelupkan mulutnya dalam air yang mengalir atau air yang menggenang dan banyak, maka ketika kucing tersebut kembali lagi dan meminum di air yang sedikit atau cairan lain maka dihukumi tetap suci. ( Al-Minhaj Al-Qawim : 38 ).
Al Khatib Asy Syarbini mengatakan,
ولو تنجّس حيوان طاهر من هرة أو غيرها ثمّ غاب و أمکن وروده ماء کثيرا، ثمّ ولغ في طاهر لم ينجّسه مع حکمنا بنجاسة فمه، لأنّ الأصل نجسته وطهارة الماء، وقد اعتضد أصل طهارة الماء باحتمال ولوغه في ماء کثير في الغيبة فرجح.
`` Jika ada hewan suci seperti kucing atau selainnya yang mulutnya terkena najis kemudian pergi dan ada kemungkinan mendatangi air yang banyak lantas ( setelah itu ) minum di air suci maka tidak bisa membuat najis air tersebut bersamaan kita hukumi najis mulut hewan tersebut. Ini karena hukum asal mulut hewan tersebut najis, demikian pula hukum air tersebut adalah suci. Namun demikian hukum asal air yang suci ini kita menangkan karena diperkuat dengan adanya kemungkinan masuknya mulut hewan tersebut ke dalam air yang banyak ( sehingga mulut hewan tersebut menjadi suci). ( Al-Iqna` : 50 )
Semisal dengan kucing adalah anak kecil dan semua hewan yang lain kecuali anjing dan babi, jika terkena najis kemudian pergi dan ada kemungkinan tersucikan dengan maka jika kembali kemudian minum di air yang sedikit atau di cairan non air maka tidak menajiskan.
4. Uap dari benda najis yang sedikit. Semisal dg ini adalah asap benda najis yang dipanasi dengan api seperti jika air kencing dipanasi dengan api, maka uapnya yang sedikit tidak menjiskan air yang sedikit. Uap tersebut secara dzatnya najis dikarenakan dengan dipanasi dengan api, najis akan melepas partikelnya bersamaan dengan uap tersebut sehingga jika uapnya banyak bisa menajiskan air yang sedikit. Ini berbeda dengan uap najis yang keluar bukan dengan cara dipanasi dengan api maka dihukumi suci karena tidak ada partikel dari najis, seperti uap atau udara dari kakus dan angin dari dubur ( ketika manusia buang angin ).( Al-Minhaj Al-Qawim : 39 dengan tahqiq Dr. Musthafa Sa`id Khin dkk )
5. Bulu najis dari hewan dimaafkan bagi orang yang tidak menungganginya dengan syarat sedikit. Sedangkan bagi orang yang menungganginya, najis dimaafkan walaupun banyak. Gambaranya adalah seperti rontoknya rambut atau bulu dari hewan yang tidak dimakan dagingnya. ( lihat Al-Minhaj Al-Qawim : 39 )
6. Debu atau partikel kecil dari kotoran hewan yang dijadikan pupuk. Debu dari kotoran hewan yang beterbangan tidak menajiskan badan ataupun pakaian walaupun basah.
Najis-najis ini semua dimaafkan dengan alasan adannya kesulitan menghindarinya. Syeikh Sa`id bin Muhammad ba Ali Ba`isyan mengatakan,
والضابط :أنّ ما يشق الاحتراز عنه غالبا... يعفی عنه -ولو بغير منصوص عليه- بثلاثة شروط : أن لا يکون بمغلظ ولا بفعله و أن لا يغيّر غالبا
``Kaedahnya adalah semua ( najis ) yang sulit dihindari pada umumnya, maka dimaafkan -walaupun tidak ada dalil khususnya - dengan tiga syarat, yaitu bukan berasal dari najis mughaladzah, bukan sengaja dilakukan dan tidak mengubah secara umum.`` ( Busyro Al karim : 80 )
Hal ini berdasarkan firman Allah ta`ala,
وَمَا جَعَلَ عَلَيکُم فِي الدِّينِ مِن حَرَج ( الحج : ٧٨ )
`` Tidaklah kami jadikan bagi kalian agama ini kesempitan.`` ( QS. Al-Hajj : 78 )
یُرِیدُ ٱللَّهُ بِكُمُ ٱلۡیُسۡرَ وَلَا یُرِیدُ بِكُمُ ٱلۡعُسۡرَ ...( البقرة : ١٨٥ )
`` Allah menginginkan kemudahan bagi kalian dan tidak menginginkan kesulitan bagi kalian...`` (QS. Al Baqarah : 185)
Juga dalil-dalil lain yang menunjukkan bahwa agama ini memberikan kemudahan dan tidak menyulitkan.
Wallahu a`lam bish shawab.
Penulis Al-Muqaddimah Al-Hadramiyyah رحمه الله berkata,
ينجس الماء القليل وغيره من الماٸعات بملاقاة النجاسة ، ويستثنی مساٸل :
١۔ مالا يدركه الطرف
٢۔ وميتة لا دم لها ساٸل إلّا إن غيرت أو طرحت
٣۔ وفم هرّة تنجّس ثمّ غابت واحتمل ولوغها في ماء كثير ، کذالك الصبيّ إذا تنجّس ثمّ غاب واحتمل طهارته
٤۔ والقليل من دخان النجاسة
٥۔ واليسير من الشعر النجس
٦۔ واليسير من غبار السرجين ولا ينجّس غبار السرجين أعضاءه الرطبة
Air yang kurang dari dua qullah dan benda cair selain air menjadi najis disebabkan kemasukan najis. Dikecualikan dari hal ini beberapa hal :
1. Najis yang tidak bisa dilihat dengan mata normal.
2. Bangkai dari hewan yang darahnya tidak mengalir, kecuali jika air tersebut berubah atau bangkai tersebut dibuang ke air ( tidak jatuh dengan sendirinya ).
3. Mulut kucing yang terkena najis kemudian pergi dan dimungkinkan memasukkan ( mulutnya) ke dalam air yang banyak. Demikian juga anak kecil yang terkena najis kemudian pergi dan ada kemungkinan menjadi suci.
4. Asap dari najis yang sedikit
5. Bulu yang najis namun sedikit
6. Debu atau butiran kotoran hewan yang dijadikan pupuk, tidak menajiskan jika terkena badan walaupun basah.
*Penjelasan singkat:*
Jika air kurang dari dua qullah kemasukan najis maka menjadi najis walaupun tidak ada perubahan salah satu sifat air. Hal ini berdasarkan hadits,
إذا بلغ الماء قلّتين لم يحمل خبثا.
``Jika air telah mencapai dua qullah, tidak bisa terpengaruh dengan najis.`` ( HR. At Tirmidzi: 67, An Nasa`i: 52, dikeluarkan juga oleh Abu Dawud, Ibnu Majah dan Ahmad)
Makna dari hadits tersebut adalah jika air telah mencapai dua qullah, tidak bisa terpengaruh najis atau yang lainnya selama air tersebut tidak mengalami perubahan. Dua qullah setara dengan 194 kg atau sekitar 220 liter. ( Tahqiq Al Minhaj Al Qawim oleh Dr. Musthafa Sa`id Khin dkk )
Mafhum ( pemahaman terbalik / yang tersirat ) dari hadits ini, air yang kurang dari dua qullah bisa terpengaruh najis dan tidak bisa melawannya.( Al-Minhaj Al-Qawim : 36 )
Hukum ini berlaku untuk air yang sedikit, semata-mata terkena najis langsung dihukumi najis walaupun tidak ada perubahan. Sedangkan air yang banyak menjadi najis ketika kemasukan najis jika terjadi perubahan.
Adapun benda cair selain air, semisal minyak, madu, jus dan yang lainnya hukumnya sebagaimana hukum air yang sedikit, yaitu menjadi najis semata-mata kemasukan najis baik cairan itu banyak atau sedikit. Dampak dari hukum ini, cairan non air yang terkena najis tidak bisa disucikan.
Para ulama membedakan antara air yang banyak dengan cairan non air yang banyak dari sisi bahwa tidak sulit bagi cairan untuk dihindarkan dari najis ( sedangkan air yang banyak sulit dihindarkan dari najis ) ( Al Minhaj Al Qawim : 37 )
Dikecualikan dalam masalah ini, beberapa najis yang jika masuk pada air sedikit dan air tidak mengalami perubahan, maka dimaafkan. Najis-najis tersebut antara lain :
1. Najis yang tidak bisa dilihat dengan pandangan mata normal dengan syarat bukan najis mughaladzah dan najisnya sedikit serta tidak mengubah air dan tidak sengaja dilakukan. Hakl ini dikarenakan sulitnya menghindar darinya, seperti satu titik air kencing dan najis yang nempel di kaki lalat.
2. Bangkai dari hewan yang tidak mengalir darahnya ketika anggota tubuhnya terpotong saat masih hidup, seperti lalat, semut, nyamuk, cecak dan yang lainnya. Jika ragu-ragu apakah termasuk hewan yang mengalir darahnya atau tidak, boleh dilukai untuk mengetahui apakah darahnya mengalir atau tidak menurut pendapat Ar Ramli mengikuti pendapat Al Ghazali karena ada kebutuhan. Adapun menurut Ibnu Hajar Al Haitami mengikuti pendapat imam Haramain mengatakan, tidak boleh karena termasuk penyiksaan dan dihukumi tidak mengalir darahnya.( Quutul Habib : 20 ). Namun jika airnya berubah, maka air dihukumi najis, demikian pula jika sengaja dimasukkan dalam keadaan mati maka air dihukumi najis. Hal ini berdasarkan hadits,
( إِذَا وَقَعَ الذُّبَابُ فِي شَرَابِ أَحَدِكُمْ فَلْيَغْمِسْهُ ثُمَّ لِيَنْزِعْهُ ؛ فَإِنَّ فِي إِحْدَى جَنَاحَيْهِ دَاءً وَالْأُخْرَى شِفَاءً ) رواه البخاري
Nabi shallallahu alaihi wassalam bersabda, ``Jika lalat jatuh ke air minum salah seorang diantara kalian, maka tenggelamkanlah kemudian buanglah, karena pada salah satu sayapnya terdapat penyakit dan pada sayap yang lain terdapat penawarnya.`` ( HR. Bukhari : 3320 )
Dari hadits ini dapat dipahami bahwa najis bangkai lalat yang masuk ke air yang sedikit, dimaafkan dengan syarat jatuh dengan sendirinya dan bukan dijatuhkan manusia. Diqiyaskan hewan-hewan yang lain dengan lalat dari persamaan tidak punya darah yang mengalir.
3. Mulut kucing yang terkena najis kemudian pergi dan ada kemungkinan ( walaupun kecil ) mencelupkan mulutnya dalam air yang mengalir atau air yang menggenang dan banyak, maka ketika kucing tersebut kembali lagi dan meminum di air yang sedikit atau cairan lain maka dihukumi tetap suci. ( Al-Minhaj Al-Qawim : 38 ).
Al Khatib Asy Syarbini mengatakan,
ولو تنجّس حيوان طاهر من هرة أو غيرها ثمّ غاب و أمکن وروده ماء کثيرا، ثمّ ولغ في طاهر لم ينجّسه مع حکمنا بنجاسة فمه، لأنّ الأصل نجسته وطهارة الماء، وقد اعتضد أصل طهارة الماء باحتمال ولوغه في ماء کثير في الغيبة فرجح.
`` Jika ada hewan suci seperti kucing atau selainnya yang mulutnya terkena najis kemudian pergi dan ada kemungkinan mendatangi air yang banyak lantas ( setelah itu ) minum di air suci maka tidak bisa membuat najis air tersebut bersamaan kita hukumi najis mulut hewan tersebut. Ini karena hukum asal mulut hewan tersebut najis, demikian pula hukum air tersebut adalah suci. Namun demikian hukum asal air yang suci ini kita menangkan karena diperkuat dengan adanya kemungkinan masuknya mulut hewan tersebut ke dalam air yang banyak ( sehingga mulut hewan tersebut menjadi suci). ( Al-Iqna` : 50 )
Semisal dengan kucing adalah anak kecil dan semua hewan yang lain kecuali anjing dan babi, jika terkena najis kemudian pergi dan ada kemungkinan tersucikan dengan maka jika kembali kemudian minum di air yang sedikit atau di cairan non air maka tidak menajiskan.
4. Uap dari benda najis yang sedikit. Semisal dg ini adalah asap benda najis yang dipanasi dengan api seperti jika air kencing dipanasi dengan api, maka uapnya yang sedikit tidak menjiskan air yang sedikit. Uap tersebut secara dzatnya najis dikarenakan dengan dipanasi dengan api, najis akan melepas partikelnya bersamaan dengan uap tersebut sehingga jika uapnya banyak bisa menajiskan air yang sedikit. Ini berbeda dengan uap najis yang keluar bukan dengan cara dipanasi dengan api maka dihukumi suci karena tidak ada partikel dari najis, seperti uap atau udara dari kakus dan angin dari dubur ( ketika manusia buang angin ).( Al-Minhaj Al-Qawim : 39 dengan tahqiq Dr. Musthafa Sa`id Khin dkk )
5. Bulu najis dari hewan dimaafkan bagi orang yang tidak menungganginya dengan syarat sedikit. Sedangkan bagi orang yang menungganginya, najis dimaafkan walaupun banyak. Gambaranya adalah seperti rontoknya rambut atau bulu dari hewan yang tidak dimakan dagingnya. ( lihat Al-Minhaj Al-Qawim : 39 )
6. Debu atau partikel kecil dari kotoran hewan yang dijadikan pupuk. Debu dari kotoran hewan yang beterbangan tidak menajiskan badan ataupun pakaian walaupun basah.
Najis-najis ini semua dimaafkan dengan alasan adannya kesulitan menghindarinya. Syeikh Sa`id bin Muhammad ba Ali Ba`isyan mengatakan,
والضابط :أنّ ما يشق الاحتراز عنه غالبا... يعفی عنه -ولو بغير منصوص عليه- بثلاثة شروط : أن لا يکون بمغلظ ولا بفعله و أن لا يغيّر غالبا
``Kaedahnya adalah semua ( najis ) yang sulit dihindari pada umumnya, maka dimaafkan -walaupun tidak ada dalil khususnya - dengan tiga syarat, yaitu bukan berasal dari najis mughaladzah, bukan sengaja dilakukan dan tidak mengubah secara umum.`` ( Busyro Al karim : 80 )
Hal ini berdasarkan firman Allah ta`ala,
وَمَا جَعَلَ عَلَيکُم فِي الدِّينِ مِن حَرَج ( الحج : ٧٨ )
`` Tidaklah kami jadikan bagi kalian agama ini kesempitan.`` ( QS. Al-Hajj : 78 )
یُرِیدُ ٱللَّهُ بِكُمُ ٱلۡیُسۡرَ وَلَا یُرِیدُ بِكُمُ ٱلۡعُسۡرَ ...( البقرة : ١٨٥ )
`` Allah menginginkan kemudahan bagi kalian dan tidak menginginkan kesulitan bagi kalian...`` (QS. Al Baqarah : 185)
Juga dalil-dalil lain yang menunjukkan bahwa agama ini memberikan kemudahan dan tidak menyulitkan.
Wallahu a`lam bish shawab.
Comments
Post a Comment