Sunnah-sunnah fitrah_bagian 2_habis ( 11 )

Penulis Al-Muqoddimah Al-Hadromiyyah rahimahullahu berkata,

ويسنّ السواك في کلّ حال...وأن يدهّن غبّا ويكتحل وترا ويقصّ الشارب ويقلّم الظفر وينتف الابط ويزيل شعر العانة ويسرّح اللحية ويخضب الشيب بحمرة أو صفرة والمزوّجة يديها ورجليها بالحناء ويکره القزع ونتف الشيب ونتف اللحية والمشي في نعل واحد والانتعال قاٸما

Disunnahkan siwak....dan menggunakan minyak rambut kadang-kadang, bercelak dengan dengan hitungan ganjil, mencukur kumis, memotong kuku, mencabut bulu ketiak, menghilangkan bulu kemaluan, membiarkan jenggot tumbuh, menyemir uban dengan warna merah atau kuning, memakai pacar pada kaki dan tangan bagi wanita yang sudah menikah dan makruh qoza` ( mencukur sebagian rambut saja ), mencabut uban dan jenggot, berjalan dengan satu sandal dan memakai sandal dengan berdiri.

Penjelasan singkat:
Diantara sunnah-sunnah fitrah selain siwak adalah berikut ini :

1. Menggunakan minyak rambut agar kusut pada rambut dan jenggot hilang. Memakai minyak di sini tidak dilakukan setiap hari namun diselang-seling agar rambut mengering kembali.

2. Memakai celak.
disunnahkan bercelak dengan hitungan ganjil. Disunnahkan pula tiga kali untuk mata kanan dan tiga kali untuk mata kiri.

3. Mencukur kumis.
Mencukur kumis sampai terlihat jelas bibir bagian atas dan tidak lebih dari itu. Namun sebagian ulama  berpendapat termasuk sunnah juga mencukur sampai habis.

4. Memotong kuku.
Cara memotong kuku tangan yang paling baik adalah dengan memulai dari jari telunjuk tangan kanan kemudian jari tengah lalu jari manis lalu kelingking dan yang terakhir ibu jari. Setelah itu dilanjut dengan tangan kiri secara urut dimulai dari jari kelingking, jari manis, jari tengah, jari telunjuk kemudian yang terakhir ibu jari. Adapun untuk kuku kaki urutannya sebagaimana urutan ketika menyela-nyelai jari kaki yaitu dimulai dari jari kelingking kaki kanan dan berakhir pada jari kelingking kaki kiri.

5. Mencabut bulu ketiak.
Sudah teranggap melakukan sunnah ini dengan cara mencukurnya jika mampu untuk mencabutnya. Namun jika tidak mampu mencabutnya, maka mencukur lebih utama.

6. Menghilangkan bulu kemaluan.
Yang lebih utama bagi laki-laki adalah dengan cara mencukurnya. Adapun bagi perempuan lebih utama dengan mencabutnya. Hal ini karena ada yang mengatakan bahwa mencukur akan memperbesar syahwat, sedangkan mencabut bisa memperkecil syahwat. Sedangkan syahwat perempuan itu lebih besar dari syahwat laki-laki.
Sunnah-sunnah ini ( dari memakai minyak sampai sunnah mencukur bulu kemaluan ) tidak boleh ditunda ketika sudah dibutuhkan dan sangat dimakruhkan jika menunda lebih dari empat empat puluh hari.

7. Membiarkan jenggot tumbuh

8. Menyemir uban dengan warna merah atau kuning dan haram jika dengan warna hitam kecuali untuk menakuti musuh dalam medan peperangan.

9. Memakai inai ( pacar ) pada tangan dan kaki bagi perempuan yang sudah menikah. Ini dilakukan jika suami menyukainya karena itu merupakan hiasan yang dianjurkan untuk suaminya. Adapun untuk laki-laki haram menggunakannya.

Kemudian penulis menyebutkan hal-hal yang dimakruhkan, antara lain :

1. Qoza`
Yaitu mencukur hanya sebagian rambut kepala. Terdapat larangan khusus tentang ini dalam hadits,

عن ابن عمر رضي الله عنهما : أنّ رسول الله صلی الله عليه وسلم نهی عن القزع

Dari Ibnu Umar radhiyallahu anhuma, bahwa Nabi shallallahu alaihi wassalam melarang qoza` ( Muttafaqun alaihi )

Tidak mengapa jika mencukur habis rambut kepala bagi orang yang kesulitan merawatnya.

2. Mencabut uban karena uban adalah cahaya sebagimana terdapat dalam hadis,

لا تنتفوا الشيب ، ما من مسلم يشيب في الإسلام إلّا کانت له نورا يوم القيامة

``Janganlah kalian mencabut uban, tidaklah seorang itu beruban dalam islam melainkan akan menjadi cahaya pada hari kiamat kelak.`` ( HR. Abu Dawud : 4202, AtTirmidzi : 2822 )

Bahkan An Nawawi dalam kitabnya Al-Majmu` mengatakan, tidak berlebihan jika mencabut uban dihukumi haram.

3. Mencabut jenggot untuk menampakkan penampilan yg lebih indah. Makruh juga membiarkan jenggot acak-acakan tidak rapi untuk menampakkan diri yang tidak perhatian dengan kondisi badan dan  untuk menampakkan sebagai orang yang zuhud.

4. Berjalan dengan satu sandal tanpa udzur. Terdapat larangan khusus  masalah ini dalam hadits,

أنّ رسول الله صلی الله عليه وسلم قال : ليحفهما جميعا أو لينعلهما جميعا

Nabi shallallahu alaihi wassalam bersabda, lepaslah sandal semua atau pakailah sandal semuanya. ( HR. Bukhari : 2097 )

Dari hadis ini dapat dipahami tidak makruhnya berjalan tanpa alas kaki seperti yang pernah dilakukan Nabi shallallahu alaihi wassalam lebih-lebih ketika menuju tempat ibadah dalam rangka tawadhu` dan mencari tambahan pahala.

Sebagian ulama mengatakan bahwa hukum makruh ini ketika dipakai berjalan terus menerus. Adapun jika sandalnya putus kemudian melangkah satu atau dua langkah saja dengan satu sandal maka tidak teranggap sesuatu yang buruk dan mungkar. Telah menjadi kebiasaan dalam syari`at ini dimaafkannya sesuatu yang sedikit.

Hikmah dari larangan ini adalah agar tidak berjalan dengan cara yang tidak proporsional, tidak tenang dan menyusahkan. Sebagian ulama mengatakan bahwa hikmahnya agar berlaku adil diantara dua kakinya karena yang dituntut adalah adil terhadap anggota badannya.

5. Memakai sandal dengan berdiri, karena dikhawatirkan akan terjatuh. Dari sini dapat dipahami untuk sandal yang biasa dipakai pada zaman ini dan yang semisalnya tidaklah makruh memakainya sambil berdiri. Terdapat larangan khusus tentang hal ini dalam hadits,

نهی رسول الله صلی الله عليه وسلم أن ينتعل الرجل قاٸما

Nabi shallallahu alaihi wassalam melarang memakai sandal dalam keadaan berdiri. ( Abu Dawud : 4135 )



Allahu a`lam

Semoga bermanfaat.

Referesi :

1. Al-Manhaj Al-Qowim dengan tahqiq Dr. Mushthofa Dib Al-Bugho dkk
2. Hasyiah Tarmasi jilid 1

Comments

Popular posts from this blog

Air yang makruh digunakan bersuci