Air Musta`mal (5)

Penulis Al Muqaddimah Al Hadramiyyah rahimahullahu berkata,

لا تصحّ الطهارة بالماء المستعمل القليل في رفع الحدث ولا إزالة النجس.
``Tidak sah bersuci menggunakan air musta`mal yang sedikit baik itu untuk mengangkat hadats ataupun menghilangkan najis``.`

فإذا أدخل المتوضّٸ يده في الماء القليل بعد غسل وجهه غير ناو للاغتراف صار الماء مستعملا

``Jika seorang yang berwudhu mencelupkan tangannya ke dalam air yang sedikit setelah membasuh wajah tanpa niat menciduk, maka air menjadi musta`mal``.

والمستعمل في طهر مسنون کالغسلة الثانية والثالثة تصح الطهارة به

``Adapun air musta`mal dari thaharah sunnah seperti basuhan kedua dan ketiga, maka sah digunakan untuk bersuci``.

Penjelasan ringkas :

Air musta`mal adalah air bekas digunakan untuk bersuci menghilangkan penghalang salat dan yang semisalnya, baik itu untuk mengangkat hadas atau menghilangkan najis. Definisi lain mengatakan, air musta`mal adalah air bekas digunakan untuk bersuci wajib, seperti basuhan pertama saat wudhu wajib atau guyuran pertama saat mandi wajib. Air musta`mal tidak sah digunakan untuk bersuci walaupun dzatnya masih suci, masuk kategori air suci namun tidak mensucikan. Adapun air musta`mal bekas bersuci sunnah seperti basuhan kedua dan ketiga pada wudhu, memperbarui wudhu dan mandi sunnah seperti mandi untuk salat jum`at dan yang lainnya, maka air tersebut tetap dihukumi suci dan mensucikan.

Air musta`mal bisa berasal dari bekas bersuci untuk mengangkat hadas atau menghilangkan najis.

Air musta`mal dari bekas mengangkat hadas mencakup :

1. air bekas wudhu anak kecil yang belum tamyiz, menimbang bahwa syarat sah thawaf anak kecil adalah suci.

2. air bekas bersuci orang yang selalu hadas, seperti selalu keluar air kencing atau wanita istihadhah.

3. air bekas mandi jenazah

4. air bekas mandi perempuan ahli kitab ketika suci dari haid dan nifas agar suaminya yang muslim halal melakukan hubungan suami istri dengannya.

5. Bekas mandi perempuan gila ketika suci dari haid atau nifas agar suaminya halal melakukan hubungan suami istri dengannya.

Air musta`mal hanya ada pada air yang kurang dari dua qullah. Adapun air yang lebih dari dua qullah maka tetap dihukumi suci dan mensucikan walaupun bekas digunakan untuk bersuci. Oleh karena itu, jika air musta`mal digabungkan dengan air musta`mal yang lain sehingga mencapai dua qullah, maka air berubah menjadi suci.

Faedah : Air tidak dihukumi musta`mal selama masih bolak balik pada anggota badan ketika bersuci karena masih dibutuhkan dengan kesepakatan para fuqoha dengan alasan darurat ( Al-Iqna` : 46-47 )

Air musta`mal juga bisa berasal dari bekas digunakan untuk mensucikan najis jika terpenuhi syarat-syaratnya.

Adapun syarat agar air sedikit ( kurang dari dua qullah ) yang digunakan untuk menghilangkan najis menjadi musta`mal ( tidak menjadi najis ) adalah sebagai berikut :

1. Air mendatangi najis, berbeda halnya jika najis mendatangi air yang kurang dari dua qullah maka air langsung menjadi najis walaupun tidak ada perubahan pada air.

2. Air tidak berubah salah satu dari tiga sifatnya.

3. Berat air tidak bertambah setelah dikurangi kadar air yang diserap oleh benda najis yang disucikan.

4. Benda yang disucikan ( terkena najis ) berubah menjadi suci.

Jika syarat-syarat ini tidak terpenuhi, maka air menjadi najis dan bukan musta`mal.

Masalah niat ightiraf ( menciduk )

Seorang yang berwudhu dengan air yang kurang dari dua qullah yang cara wudhunya dengan mengambil air dari tempatnya dengan tangannya, ketika ingin membasuh tangannya setelah selesai membasuh mukanya sebelum memasukkan tangannya ke dalam wadah, maka diharuskan meniatkan ``ightiraf``( menciduk ) agar air tidak menjadi musta`mal. Hal ini karena jika seseorang telah selesai membasuh mukanya, urutan berikutnya adalah membasuh tangan, ketika tangan dimasukkan ke dalam wadah maka secara otomatis telah melakukan pembasuhan wajib sehingga air bekas yang ada di wadah menjadi musta`mal walaupun tidak tidak meniatkan apapun saat memasukkan tangannya. Berbeda halnya jika meniatkan untuk menciduk maka air  tidak berubah menjadi musta`mal. Perkara ini merupakan perkara yang rumit bagi orang awam sehingga tidak perlu memberatkannya dan bisa memilih pendapat Al-Ghazali yang diikuti oleh Bamakhramah rahimahumullah yang menyatakan tidak wajib niat ``ightiraf``.

Dalil bahwa air musta`mal itu suci adalah hadits Jabir radhiyallahu anhu :

جَاءَ رَسُولُ الله صلی الله عليه وسلّم يَعُودني و َأَنَا مَرِيض لا أَعقِلُ فَتَوَضَّأَ و صَبَّ مِن وَضوٸِهِ عَلَيَّ. ( رواه البخاري ١٩١ و مسلم ١٦١٦ )

``Nabi shallallahu alaihi wassalam menjengukku saat aku sakit sampai tidak sadarkan diri, kemudian beliau berwudhu dan menuangkan air wudhunya ke tubuhku``. ( Mutafaqun alaihi )

Seandainya air musta`mal itu tidak suci, niscaya Nabi shallallahu alaihi wassalam tidak akan menuangkannya pada Jabir radhiyallahu anhu.

Adapun dalil bahwa air musta`mal itu tidak bisa mensucikan, hadits Abu Hurairah radhiyallahu anhu,

أنّ النبي صلی الله عليه وسلّم قال : (( لَا يَغتَسِلُ أَحَدُکُم في المَاءِ الدّاٸِمِ - أي الراکد - وَهُوَ جُنُب )) فقالوا : يا أبا هريرة ، کيف يفعل ؟ قال : يتناول تناولًا. ( رواه مسلم ٢٨٣ )

Bahwasnya Nabi shallallahu alaihi wassalam bersabda, ``Janganlah salah seorang dari kalian mandi  dalam air yang menggenang dalam keadaan junub``. Mereka mengatakan, Wahai Abu Hurairah, lantas bagaimana caranya?, Abu Hurairah menjawab, dengan cara mengambilnya. ( HR. Muslim 287 )

Dalam hadis ini terdapat hukum mandi junub di air yang menggenang, adapun untuk wudhu hukumnya sama dengan mandi karena maknanya sama yaitu mengangkat hadas.

Sisi pendalilannya, bahwa mandi junub dalam air yang menggenang menyebabkan air tersebut tidak bisa digunakan untuk mensucikan lagi. Jika tidak demikian, tentunya Nabi shallallahu alaihi wassalam tidak melarangnya.

Dalil lain yang menunjukkan bahwa air musta`mal tidak bisa mensucikan adalah perbuatan para sahabat ketika mereka bersafar tidak mengumpulkan bekas air wudhu dan mandi mereka agar bisa digunakan untuk bersuci kembali. Dalil lainnya adalah bahwa para salaf berbeda pendapat tentang orang yang mendapati air namun hanya cukup digunakan untuk berwudhu sebagian anggota wudhu saja, apakah digunakan berwudhu dahulu kemudian tayamum ataukah tidak digunakan sama sekali melainkan langsung tayamum? tidak ada satupun dari mereka yang mengatakan digunakan berwudhu kemudian dikumpulkan bekasnya untuk digunakan lagi berwudhu sebagian anggota wudhu yang lain. Seandainya air musta`mal itu mensucikan, niscaya mereka berpendapat seperti ini. ( Majmu` syarah muhadzab: 98 )

Adapun dalil bahwa jika air musta`mal digabungkan dengan air musta`mal lainnya sehingga mencapai dua qullah maka menjadi suci adalah hadits Abbdullah bin Umar radhiyallahu anhu,

أنّ النبي صلی الله عليه وسلّم قال : إذا کان الماء قلّتين لم يحمل الخبث. ( رواه أبو داود ٦٣ و الترمذي ٦٧ )

Nabi shallallahu alaihi wassalam bersabda, jika air telah mencapai dua qullah maka tidak bisa menerima najis ( HR. Abu Dawud no. 63 dan AtTirmidzi no. 67 )

Allahu a`lam bish shawab.

Comments

Popular posts from this blog

Air yang makruh digunakan bersuci