Perubahan air dengan perkiraan
Perubuhan air secara perkiraan ( 3 ).
Syeikh Abdullah bin Abdurrahman Bafadhl Al-Hadrami Asy Syafi`i rahimahullah berkata,
والتغيّر التقديريّ کالتغيّر الحسّيّ.
فلو وقع فيه ماء ورد لا راٸحة له..قدّر مخالفا بأوسط الصفات.
``Perubahan secara perkiraan itu sebagaimana perubahan yang bisa diindra ( perubahan nyata ).
Jika ada air mawar yang telah hilang aroma wanginya mencampuri air, maka diandaikan ( air mawar tsb ) dengan benda lain yang mempunyai sifat berbeda dengan air dengan perbedaan yang sedang.``
Catatan ringkas :
Perubahan air ketika tercampuri benda najis atau benda suci, ada dua macam :
1. Perubahan yang bisa diketahui dengan indra. Perubahan warna diketahui dengan penglihatan, perubahan rasa diketahui dengan merasakan dengan lidah dan perubahan bau / aroma diketahui dengan penciuman.
2. Perubahan yang tidak bisa diindra, disebut perubahan dengan perkiraan atau pengandaian.
Ketika ada benda suci yang mempunyai sifat berbeda dengan dengan sifat air mencampuri air mutlak baik air mutlak tersebut sedikit ( kurang dari dua qullah ) atau banyak ( dua qullah atau lebih ) atau ada najis yang mempunyai sifat berbeda dengan sifat air mencampuri air mutlak dua qullah atau lebih, maka status air tergantung pada berubah atau tidaknya air tersebut. Perubahan di sini bisa diindra dikarenakan benda tersebut mempunya sifat yang berbeda dengan air. Sifat yang dimaksud adalah warna, bau dan rasa.
Namun jika yang mencampuri air tersebut adalah benda yang mempunyai sifat sama dengan sifat air, tentu air tidak akan terindra meskipun hakekatnya ada perubahan. Sebagai contoh adalah air musta`mal yang semua sifatnya yaitu warna, bau dan rasa sama dengan sifat air mutlak. Dalam kasus seperti ini maka air musta`mal tersebut kita andaikan sebagai benda lain yang mempunyai sifat bebeda dengan sifat air degan perbedaan yang sedang. Para ulama memberikan contoh benda yang sifatnya berbeda dengan sifat air dengan perbedaan yang sedang sbb:
1. Rasa, rasa buah delima
2.Warna, warna jus anggur
3. Bau, bau luban dzakar.
Sebagai contoh, jika ada air satu ember ( kurang dua qullah ) kemasukan air musta`mal setengah gayung. Maka langkah pertama kita andaikan air musta`mal setengah gayung tersebut adalah air jus anggur, jika merubah warna air maka air tersebut hilang sifat thohurnya, tidak bisa mensucikan lagi dan tidak bisa dinamakan air mutlak lagi. Namun jika warna tidak berubah, kita andaikan dengan rasa delima ( air perasan buah delima ), jika merubah rasa air, maka air tersebut hilang sifat thohurnya. Namun jika tidak merubah maka kita andaikan dengan luban dzakar, jika bau air berubah, maka air tersebut hilang sifat thahurnya tidak bisa mensucikan. Akan tetapi jika tidak berubah maka air tersebut dalam keadaan suci dan mensucikakan dan masih disebut air mutlak dikarenakan hasil pengandaian tersebut tidak merubah tiga sifat air.
Contoh lain sebagaimana yang disebutkan oleh penulis matan, yaitu air bunga mawar yang telah hilang baunya sehingga sifat bau tersebut sama dengan bau air, namun untuk warna dan rasa berbeda dengan warna dan rasa air. Dalam kasus ini yang kita andaikan adalah sifat bau saja yaitu kita andaikan dengan luban dzakar. Namun jika seandainya tiga sifat pada air mawar hilang semuanya sehingga rasa, bau dan warna tidak ada bedanya dengan air mutlak, maka kita andaikan dan perkirakan perubahannya dengan tiga benda yang masing-masing mewakili sifat rasa, warna dan bau.
وهذا إذا فقدت الصفات کلها، فإن فقد بعضها ووجد بعضها قدر المفقود، لأنّ الموجود إذا لم يغيّر فلا معنی لغرضه.
`` Hal ini ( pengandaian dengan tiga benda ) jika yang hilang semua sifatnya ( sehingga warna, bau dan rasa benda yang mencmpuri sama dengan air ), namun jika yang hilang ( sehingga sifatnya sama dengan sifat air ) hanya sebagian sifatnya dan masih ada sifat yang lain, maka yang diandaikan hanya sifat yang hilang saja. Hal ini karena jika sifat yang masih ada tesebut ( yang berbeda dengan sifat air ) tidak merubah air maka tidak ada fungsinya pengandaian``
( I`anatut thalibin I : 54 ).
Sebagian ulama yang lain berpendapat bahwa pengandaian dilakukan untuk tiga sifat walaupun sifat yang hilang hanya sebagian.
وقال القليوبي قالوا : ولا بد من عرض الصفات الثلاث، وإن لم يکن للواقع إلا صفة واحدة فمتی لم يتغير في واحدة فهو طهور وفيه نظر
``Al qolyubi mengatakan, mereka mengatakan, harus diandaikan dengan tiga sifat meskipun benda yang mencampuri air tersebut hanya punya satu sifat yang sama dengan sifat air. Maka selama tidak berubah pada satu sifat, air tetap dalam kondisi thahur, pendapat ini perlu ditinjau ulang``
( Al-Hawasiy Al-Madaniyyah I : 44 )
Ketentuan di atas yaitu pengandaian dengan benda yang mempunyai sifat yang berbeda dengan sifat air dengan perbedaan sedang berlaku untuk benda suci yang mencampuri air tersebut kurang dua qullah atau mencapai dua qullah kecuali air musta`mal maka pengandaian hanya untuk air yang kurang dari dua qullah dikarenakan tidak ada air musta`mal pada air dua qullah atau lebih.
Adapun jika benda yang mempunyai sifat sama dengan air adalah benda najis, maka benda yang dijadikan pengandaian adalah benda yang mempunyai sifat berbeda dengan air dengan perbedaan yang mencolok. Para ulama memberikan contoh sbb:
1. Rasa, rasa cuka
2. Warna, warna tinta
3. Bau, bau minyak misik
Sebagai contoh jika ada air kencing yang rasa, warna dan baunya sama dengan air jatuh mencampuri air, maka air kencing tersebut kita andaikan dengan cuka, tinta dan minyak misik serta kita lakukan pengandaian sebagaimana pada benda suci yang mencampuri air.
Ketentuan pengandaian untuk benda najis ini hanya berlaku pada air dua qullah atau lebih dikarenakan untuk air yang kurang dari dua qullah, semata-mata tercampur dengan benda najis hukumnya menjadi najis meskipun tidak nampak perubahan.
Pengandaian ini baik untuk benda suci ataupun benda najis hukumnya mustahab ( walaupun ada yang berpendapat hukumnya wajib untuk benda najis ). Jika tidak melakukan pengandaian, thaharah tetap sah dengan air yang kemasukan benda suci atau najis yang sifat-sifatnya sama dengan sifat-sifat air.
واعلم أنّ التقدير المذکور مندوب لا واجب، فلو هجم شخص واستعمل الماء أجزأه ذلك.
``Ketahuilah, pengandaian yang telah disebutkan tersebut hukumnya sunnah. Seandainya seseorang langsung menggunakan air tersebut ( tanpa pengandaian ), sudah mencukupi (sah thaharahnya ).
( Hasyiah Asy Syarqawi I : 35, I`anatut thalibin I : 55 )
Hal ini karena dampak maksimal jika tidak melakukan pengandaian adalah keraguan terhadap status air apakah masih bisa mensucikan atau tidak, sedangkan hukum asalnya adalah suci dan mensucikan.
فهذا التقدير مندوب ولا واجب کما نقله الشيخ الطوخي عن ابن قاسم، فإذا أعرض عن التقدير فهجم واستعمله... کفی.
إذ غاية الأمر : أنه شاك في التغير المضر. والأصل عدمه.
``Pengandaian ini hukumnya sunnah, bukan wajib sebagaimana dinukil oleh syeikh At Thukhi dari Ibnu Qasim. Jika seseorang tidak mau mengandaikan perubahan air dan langsung menggunakan air tersebut maka sudah cukup baginya. Hal ini karena dampak maksimal akibat tidak melakukan pengandaian adalah keraguan terhadap ada tidaknya perubahan air yang bisa mempengaruhi status air sedangkan hukum asalnya tidak ada perubahan.``
( Hasyiah Al-Bajuri I : 189)
Hal ini sebagai mana kaedah,
اليَقين لا يزال بالشكّ
``Sesuatu yang yakin tidaklah bisa hilang dikarenakan sesuatu yang meragukan.``
Akan tetapi jika seseorang melakukan pengandaian dalam masalah ini maka hal itu lebih utama sebagaimana dinyatakan para ulama.
Demikian, semoga bermanfaat. Allahu a`lam bish shawab.
Syeikh Abdullah bin Abdurrahman Bafadhl Al-Hadrami Asy Syafi`i rahimahullah berkata,
والتغيّر التقديريّ کالتغيّر الحسّيّ.
فلو وقع فيه ماء ورد لا راٸحة له..قدّر مخالفا بأوسط الصفات.
``Perubahan secara perkiraan itu sebagaimana perubahan yang bisa diindra ( perubahan nyata ).
Jika ada air mawar yang telah hilang aroma wanginya mencampuri air, maka diandaikan ( air mawar tsb ) dengan benda lain yang mempunyai sifat berbeda dengan air dengan perbedaan yang sedang.``
Catatan ringkas :
Perubahan air ketika tercampuri benda najis atau benda suci, ada dua macam :
1. Perubahan yang bisa diketahui dengan indra. Perubahan warna diketahui dengan penglihatan, perubahan rasa diketahui dengan merasakan dengan lidah dan perubahan bau / aroma diketahui dengan penciuman.
2. Perubahan yang tidak bisa diindra, disebut perubahan dengan perkiraan atau pengandaian.
Ketika ada benda suci yang mempunyai sifat berbeda dengan dengan sifat air mencampuri air mutlak baik air mutlak tersebut sedikit ( kurang dari dua qullah ) atau banyak ( dua qullah atau lebih ) atau ada najis yang mempunyai sifat berbeda dengan sifat air mencampuri air mutlak dua qullah atau lebih, maka status air tergantung pada berubah atau tidaknya air tersebut. Perubahan di sini bisa diindra dikarenakan benda tersebut mempunya sifat yang berbeda dengan air. Sifat yang dimaksud adalah warna, bau dan rasa.
Namun jika yang mencampuri air tersebut adalah benda yang mempunyai sifat sama dengan sifat air, tentu air tidak akan terindra meskipun hakekatnya ada perubahan. Sebagai contoh adalah air musta`mal yang semua sifatnya yaitu warna, bau dan rasa sama dengan sifat air mutlak. Dalam kasus seperti ini maka air musta`mal tersebut kita andaikan sebagai benda lain yang mempunyai sifat bebeda dengan sifat air degan perbedaan yang sedang. Para ulama memberikan contoh benda yang sifatnya berbeda dengan sifat air dengan perbedaan yang sedang sbb:
1. Rasa, rasa buah delima
2.Warna, warna jus anggur
3. Bau, bau luban dzakar.
Sebagai contoh, jika ada air satu ember ( kurang dua qullah ) kemasukan air musta`mal setengah gayung. Maka langkah pertama kita andaikan air musta`mal setengah gayung tersebut adalah air jus anggur, jika merubah warna air maka air tersebut hilang sifat thohurnya, tidak bisa mensucikan lagi dan tidak bisa dinamakan air mutlak lagi. Namun jika warna tidak berubah, kita andaikan dengan rasa delima ( air perasan buah delima ), jika merubah rasa air, maka air tersebut hilang sifat thohurnya. Namun jika tidak merubah maka kita andaikan dengan luban dzakar, jika bau air berubah, maka air tersebut hilang sifat thahurnya tidak bisa mensucikan. Akan tetapi jika tidak berubah maka air tersebut dalam keadaan suci dan mensucikakan dan masih disebut air mutlak dikarenakan hasil pengandaian tersebut tidak merubah tiga sifat air.
Contoh lain sebagaimana yang disebutkan oleh penulis matan, yaitu air bunga mawar yang telah hilang baunya sehingga sifat bau tersebut sama dengan bau air, namun untuk warna dan rasa berbeda dengan warna dan rasa air. Dalam kasus ini yang kita andaikan adalah sifat bau saja yaitu kita andaikan dengan luban dzakar. Namun jika seandainya tiga sifat pada air mawar hilang semuanya sehingga rasa, bau dan warna tidak ada bedanya dengan air mutlak, maka kita andaikan dan perkirakan perubahannya dengan tiga benda yang masing-masing mewakili sifat rasa, warna dan bau.
وهذا إذا فقدت الصفات کلها، فإن فقد بعضها ووجد بعضها قدر المفقود، لأنّ الموجود إذا لم يغيّر فلا معنی لغرضه.
`` Hal ini ( pengandaian dengan tiga benda ) jika yang hilang semua sifatnya ( sehingga warna, bau dan rasa benda yang mencmpuri sama dengan air ), namun jika yang hilang ( sehingga sifatnya sama dengan sifat air ) hanya sebagian sifatnya dan masih ada sifat yang lain, maka yang diandaikan hanya sifat yang hilang saja. Hal ini karena jika sifat yang masih ada tesebut ( yang berbeda dengan sifat air ) tidak merubah air maka tidak ada fungsinya pengandaian``
( I`anatut thalibin I : 54 ).
Sebagian ulama yang lain berpendapat bahwa pengandaian dilakukan untuk tiga sifat walaupun sifat yang hilang hanya sebagian.
وقال القليوبي قالوا : ولا بد من عرض الصفات الثلاث، وإن لم يکن للواقع إلا صفة واحدة فمتی لم يتغير في واحدة فهو طهور وفيه نظر
``Al qolyubi mengatakan, mereka mengatakan, harus diandaikan dengan tiga sifat meskipun benda yang mencampuri air tersebut hanya punya satu sifat yang sama dengan sifat air. Maka selama tidak berubah pada satu sifat, air tetap dalam kondisi thahur, pendapat ini perlu ditinjau ulang``
( Al-Hawasiy Al-Madaniyyah I : 44 )
Ketentuan di atas yaitu pengandaian dengan benda yang mempunyai sifat yang berbeda dengan sifat air dengan perbedaan sedang berlaku untuk benda suci yang mencampuri air tersebut kurang dua qullah atau mencapai dua qullah kecuali air musta`mal maka pengandaian hanya untuk air yang kurang dari dua qullah dikarenakan tidak ada air musta`mal pada air dua qullah atau lebih.
Adapun jika benda yang mempunyai sifat sama dengan air adalah benda najis, maka benda yang dijadikan pengandaian adalah benda yang mempunyai sifat berbeda dengan air dengan perbedaan yang mencolok. Para ulama memberikan contoh sbb:
1. Rasa, rasa cuka
2. Warna, warna tinta
3. Bau, bau minyak misik
Sebagai contoh jika ada air kencing yang rasa, warna dan baunya sama dengan air jatuh mencampuri air, maka air kencing tersebut kita andaikan dengan cuka, tinta dan minyak misik serta kita lakukan pengandaian sebagaimana pada benda suci yang mencampuri air.
Ketentuan pengandaian untuk benda najis ini hanya berlaku pada air dua qullah atau lebih dikarenakan untuk air yang kurang dari dua qullah, semata-mata tercampur dengan benda najis hukumnya menjadi najis meskipun tidak nampak perubahan.
Pengandaian ini baik untuk benda suci ataupun benda najis hukumnya mustahab ( walaupun ada yang berpendapat hukumnya wajib untuk benda najis ). Jika tidak melakukan pengandaian, thaharah tetap sah dengan air yang kemasukan benda suci atau najis yang sifat-sifatnya sama dengan sifat-sifat air.
واعلم أنّ التقدير المذکور مندوب لا واجب، فلو هجم شخص واستعمل الماء أجزأه ذلك.
``Ketahuilah, pengandaian yang telah disebutkan tersebut hukumnya sunnah. Seandainya seseorang langsung menggunakan air tersebut ( tanpa pengandaian ), sudah mencukupi (sah thaharahnya ).
( Hasyiah Asy Syarqawi I : 35, I`anatut thalibin I : 55 )
Hal ini karena dampak maksimal jika tidak melakukan pengandaian adalah keraguan terhadap status air apakah masih bisa mensucikan atau tidak, sedangkan hukum asalnya adalah suci dan mensucikan.
فهذا التقدير مندوب ولا واجب کما نقله الشيخ الطوخي عن ابن قاسم، فإذا أعرض عن التقدير فهجم واستعمله... کفی.
إذ غاية الأمر : أنه شاك في التغير المضر. والأصل عدمه.
``Pengandaian ini hukumnya sunnah, bukan wajib sebagaimana dinukil oleh syeikh At Thukhi dari Ibnu Qasim. Jika seseorang tidak mau mengandaikan perubahan air dan langsung menggunakan air tersebut maka sudah cukup baginya. Hal ini karena dampak maksimal akibat tidak melakukan pengandaian adalah keraguan terhadap ada tidaknya perubahan air yang bisa mempengaruhi status air sedangkan hukum asalnya tidak ada perubahan.``
( Hasyiah Al-Bajuri I : 189)
Hal ini sebagai mana kaedah,
اليَقين لا يزال بالشكّ
``Sesuatu yang yakin tidaklah bisa hilang dikarenakan sesuatu yang meragukan.``
Akan tetapi jika seseorang melakukan pengandaian dalam masalah ini maka hal itu lebih utama sebagaimana dinyatakan para ulama.
Demikian, semoga bermanfaat. Allahu a`lam bish shawab.
Comments
Post a Comment